Di sebuah desa, ada seorang anak yang
benama Alfi. Alfi dikenal sebagai anak yang pemurung dan suka mengeluh.
Pada suatu ketika, ia melihat teman-temannya mempunyai HP, dengan rasa
kecewa dan berat hati,ia pulangke rumah dan membujuk kedua orangtuanya
untuk membelikannya Handphone. Sebenarnya orangtua Alfi tergolong
kurang mampu. Masalah mengisi perut saja masih dibantu tetangga. "Pak,
Bu, pokoknya bagaimana pun caranya apapun caranya, Bapak dan Ibu harus
membelikan saya Handphone." ucap Alfi. "Tapi, Nak. Untuk makan
saja kita susah, apalagi mau beli Hp." ucap sang ibu menjelaskan kepada
Alfi. "Sudahlah, Bu. kita ebelikan saja Hp itu daripada anak kita tidak
sekolah. kita tentu tidak ingin anak kita susah seperti orangtuanya."
tegas sang ayah
Keesokan harinya, sang ayah mencarikan pinjaman uang ke tetangga.
"Assalamu'alaikum, Pak. saya ini sedang butuh uang, ya kira-kira Rp.
600.000,-. Tolong pak, insya allah akan saya bayar." kata sang Ayah.
begitulah dia meminjam uang dengan berat hati kepada tetangga hanya demi
anaknya, Alfi.
Dengan senang hati mereka pergi ke
kota nan jauh dengan harapan agar anaknya mau untuk sekolah setelah
mereka membeli Hp. mereka berpesan kepada Alfi agar dia mau bersekolah
dan rajin belajar agar bisa menjadi orang yang berguna kelah.
Tibalah mereka berdua di kota. mereka berangkat ke toko Hp, mereka
memilih Hp yang bagus dan cocok untuk anaknya, lalu mereka buat kado
dengan hiasan dan pita-pita nan indah, disana tertulis "untuk anakku,
rajin belajar ya, Nak!"
"Bu, kado ini sudah kita
hias dengan rapi. indah sekali, tapi perjuangannya sulit. Bahkan bapak
berhutang banyak kepada tetangga. semoga Alfi senang dan mau
bersekolah." ujar sang ayah. "Semoga saja, Pak." ujar Ibu Alfi dengan
penuh harapan. Mereka pun pulang ketika sang jingga mulai menggantikan
birunya langit. Mereka berharap anaknya akan senang. namun naas, takdir
berkata lain, di tengah perjalanan kedua orangtua Alfi kecelakaan
menabrak sebuah truk. Innalillahi wa innailaihi roji'un nyawa mereka tak
tertolong dan dibawa ke puskesmas kecamatan.
Mendengar kabar itu, sang anak berlari. dia berlari sekuat ia bisa
menuju puskesmas di kecamatan yang jaraknya tak begitu jauh. Terlambat,
kedua orangtuanya telah terbujur kaku. tak dapat ia menolah kenyataan.
di meja yang terletak di jasad almarhum dan almarhumah kedua
orangtuanya, dilihatnya sebuah kado kecil tertata rapi dan indah
tertuliskan nama dan nasehat terakhir orangtuanya. Alfi menangis, tapi
tangisannya itu sia-sia. "Saya tidak butuh Hp, saya butuh nyawa orangtua
saya, saya menyesal, maafkan saya. kini tak ada yang menjahitkan baju
saya, menghibur saya dikala sedih, bercanda dan bermain seperti dulu,
tak akan ada hidangan lezat ketika nanti aku pulang sekolah. Hp ini akan
menjadi cambuk bagiku, andai waktu dapat diulang."
Dan terlepas dari semua itu, hari demi hari telah terlewati. Kini Alfi
telah bangkit dari keterpurukan dan merubah dirinya menjadi anak yang
baik, tak lagi pemurung dan tak memaksakan kehendaknya lagi. Kini Alfi
berjuang membanggakan orangtuanya yang kini telah berada tenang di
surga.
Hak cipta cerpen karya M. Aditya Ade Pratama
dilarang keras copy & paste tanpa izin penulis
ciptakanlah kreativitasmu sendiri
1 comment:
sedihnya jadi anak rantauan
ayu.
Post a Comment