Assalamualaikum akhi wa ukhti fillah rahimakumullah,
Innal hamda lillah nahmaduhu wanasta'inuhu wanastagfiruh, wana'uzubillahi
min shururi anfusina wamin sayyi'ati a'amalina, man yahdihillahu fala mudilallah waman yudlil fala hadiyalah,wa ashhadu anla ilaha illallah
wahdahu la sharika lah,wa ashhadu anna muhammadan abduhu wa rasulluh. la nabiya ba'da.
Alhamdulillah ana bisa posting lagi setelah beberapa bulan vakum dari dunia blogger. Terimalah sebuah kisah renungan sebagai siraman rohani kita.
Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.
Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya,
tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat
mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak
kecil itu.
Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah
tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap
harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.
“Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu.
“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi.” jawab anak lelaki itu.
“Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”
Pohon apel itu menyahut,
“Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua
buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli
mainan kegemaranmu.”
Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu
memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka
cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel
itu kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang.
“Ayo bermain-main denganku lagi.” kata pohon apel.
“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?”
“Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu.” kata pohon apel.
Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel
itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat
anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi.
Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas,
anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita
menyambutnya. “Ayo bermain-main lagi deganku.” kata pohon apel.
“Aku sedih,” kata anak lelaki itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup
tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku
sebuah kapal untuk pesiar?”
“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau.
Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah. Kemudian, anak lelaki itu
memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia
lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.
“Maaf anakku,” kata pohon apel itu.
“Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.”
“Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu.” Jawab anak lelaki itu.
“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat.” Kata
pohon apel. “Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu.” jawab anak
lelaki itu.
“Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa
aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan
sekarat ini.” Kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang.” kata anak lelaki.
“Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.”
“Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik
untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.”
Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.
Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Hikmah:
Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua
kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu
kita.
Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan
hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak
peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan
apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia.
Anda
mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada
pohon itu, tetapi begitulah cara beberapa orang memperlakukan orang tua
mereka.